PDM Kota Banda Aceh - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Banda Aceh
.: Home > Artikel

Homepage

Tgk. H. Imam Syuja Putera Tgk. H. Sulaiman Daud, Residen Aceh Tokoh Besar PUSA

.: Home > Artikel > PDM
19 Desember 2015 10:45 WIB
Dibaca: 1411
Penulis :

 

aceh.tribunnews.com  | SELEPAS Shalat Magrib di mesjid Taqwa di Banda Aceh, dengan duduk melingkar bersama para jamaah tetap mesjid itu, Pak Imam Suja’ memperkenalkan saya kepada para jamaah masjid tetap yang juga merupakan pengurus teras Muhammadiyah Aceh.

“Dahulu, Ayah saya berteman dengan kakek dia. Lalu kemudian saya berteman kakek dan juga ayahnya dia dan sekarang saya berteman dengan dia”.

Yang mendengar itu-pun manggut-manggut dengan khusyu”.

Saya yang diperkenalkan seperti itu malah menjadi salah tingkah. Lha, siapa saya dibandingkan dengan Imam Syuja’, tokoh yang pernah menjadi Ketua Muhammadiyah Aceh di tahun 1995, menjelang tumbuhnya zaman yang gemuruh karena bertukarnya rezim di Indonesia. 

Ada hal yang menarik menganai cerita tentang terpilihnya Imam Syuja’ menjadi ketua Muhammadiyah. Beliau sendiri yang menceritakan kepada saya. Ada tokoh yang agak senior yang sepertinya keberatan Imam Syuja’, menjadi pemimpin organisasi modern itu, yang dianggap oleh nya tidak layak.

Protes itu kemudian disanggah oleh yang lain, yang ternyata mengenal Imam Sjuja’ lebih dalam “Jangan salah sangka, Imam Syuja’ itu adalah anak dari guru kita, Tgk. Sulaiman Daud.”

Sulaiman Daud adalah tokoh besar dari PUSA, pernah menjabat sebagai Residen Aceh ketika provinsi ini pertama kali dibubarkan. Lalu dia kemudian, bersama pemimpin Aceh lainnya, meninggalkan jabatandan pangkat itu untuk naik ke gunung untuk kembali menegakkan kehormatan Aceh yang telah dicabik oleh Pemerintah Pusat.

Satu hari, Imam Syuja’ bertanya kepada saya ‘Alkaf, seberapa dalam sungai di Aneuk Galong itu itu?’ Saya menjawab ‘Tidak tahu juga pak’. Lalu mulai-lah beliau menceritakan “Dahulu dalam pergerakan DI/TII, kakek kamu,Tgk. Ali Piyeung, memanggul ayah saya untuk menyeberangi sungai Aneuk Galong yang sedang mengalir deras.Begitulah Alkaf, cara para orang tua dahulu itu, mereka tulus dan ikhlas dalam membangun persahabatan”

Memang benar, bahwa Sulaiman Daud bersama Ali Piyeung, Jalil Amin dan Ilyas Leubee adalah tokoh Aceh yang berada di garis terdepan bersama Daud Beureuh ketika meletusnya pemberontakan Darul Islam Aceh.

Sulaiman Daud juga, dengan koneksi ke PRRI, berhasil membawa senjata-senjata baru untuk kelompok pejuang Aceh kala itu.

Bahkan, ketika Daud Beureuh menulis surat kepada Hasan Aly yang sedang berada di Amerika, dengan nada masyghul, karena mengatakan bahwa dia kini hanya ditemani satu menteri, maka yang dimaksud itu adalah Sulaiman Daud itu sendiri.

Imam Syuja’ hemat saya bukan hanya anak biologis dari Sulaiman Daud, namun juga ikut mewarisi kewibaan politiknya ayahnya itu. Sebagaimana arti namanya, Pemimpin yang berani, Imam Syuja’ pun terjun ke dalam dunia sosial politik Aceh dengan mengusung keberanian dan juga kebijaksanaan.

Di saat eskalasi konflik Aceh semakin memuncak, di mana ketika peluru melayang tanpa diduga kemana arahnya, Imam Syuja’ tampil dengan lurus dan ihklas.

Dia berdiri di garda paling depan untuk menyeru tentang perdamaian, tentang mulianya kemanusiaan dan tentang bermartabatnya kearifan.

Bahkan secara nyata, dengan alasan kemanusiaan, Imam Syuja’ pernah mengejutkan banyak pihak, ketika berani menjemput para sandera, tanpa melihat latar belakang para korban.

Imam Syuja’ selalu meyakini bahwa kemanusiaan adalah tingkatan tertinggi dalam relasi apapun, oleh karena itu harus dimuliakan. Dengan sikapnya yang jernih itu, selama konflik bersenjata yag lalu, pikiran-pikirannya selalu didengar oleh kedua belah pihak, RI dan GAM.

Bahkan diawal proses perundingan, HDC sebagai pihak mediator saat itu, secara khusus meminta pandangan Imam Syuja’ untuk memahami konflik Aceh.

Pertanyaannya, dari mana datangnya modal-modal sosial Imam Syuja’itu? Pertama, tentu saja karena dia anak dari Sulaiman Daud, pejuang yang terus berdiri kokoh sampai titik tenaga penghabisan dalam masa Darul Islam Aceh.

Dalam budaya politik Aceh yang masih menghormati genealogi, maka Imam Syuja’ sedari awal kemunculannya sudah memiliki modal yang besar.

Kedua, Imam Syuja’ tumbuh dari organisasi modernMuhammadiyah, yang selalu menekankan amal ma’ruf nahi mungkar dan amal usaha. Dari kedua ajaran itulah Imam Syuja’ melangkah.

Setiap langkahnya, baik dalam bidang sosial budaya dan politik selalu saja diilhami semangat pengabdian dan pengorbanan.

Sehingga ketika dia melangkah ke partai politik, Partai Amanat Nasional yang dipapahnya sejak awal, tidak sedikit pun terlihat rasa canggung.

Begitu juga ketika dia menyelesaikan tugasnya sebagai anggota legsilatif di DPR-RI, periode 2004-2009, juga tidak sedikitpun dia terasing dari masyarakatnya.

Sebab memang menjadi politisi adalah bukan sifat dasar dirinya. Lalu melalui Muhammadiyah, Imam Syuja’ kembali meneruskan tugas dakwah yang sebelumya telah lama dilakukan.

Imam Syuja’ adalah contoh tokoh yang sepanjang hidupnya mengajarkan kepada kita tentang arti keikhlasan dalam setiap perbuatan. Tidak ada ambisinya sama sekali dalam dunia politik dan menumpuk kekayaan.

Dalam pertemuan-pertemuan kami di masa akhir hidupnya, Imam Syuja’ sering menyampaikan keresahannya tentang nasib Aceh yang semakin lama semakin jauh dari cita-cita bersama. Namun keresahan itu hanyalah tinggal keresahan.

Fisiknya seperti semakin lelah dan menua seperti menghalanginya untuk terus berbuat. Akan tetapi tidak dengan pikiran dan semangatnya. Sorot matanya itu, tetap terus menampakkan optmisme bahwa sebesar apapun batu karang, pastilah dapat diatasi.

Namun setelah kondisinya terus menurun karena sakit yang telah dirasanya beberapa tahun terakhir, akhirnya Imam Syuja’ pergi dengan damai. Menghadap Tuhannya, di hari yang diyakini oleh umat muslim sebagai waktu baik untuk meninggalkan alam fana ini.

Selamat jalan Pak Imam Syuja’, jiwa dan tindakan-mu akan selalu menjadi warisan yang berharga bagi kami yang masih berada di di dunia ini. Dan semoga jalan yang telah bapak buka, akan terus menginspirasi kami, untuk selanjutnya menabur kebajikan di dunia ini. (Muhammad Alkaf | berkhitmad di Yayasan Pendidikan Ali Hasjmy, lalu setiap minggunya rutin menulis tema sejarah dan politik di www.bung-alkaf.com).

sumber: aceh.tribunnews.com


Tags: Tgk.H.ImamSyuja , Tgk.H.SulaimanDaud , KetuaMuhammadiyahAceh

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website